Kisah Pertempuran Lima Hari di Semarang
15.34
By
Unknown
0
komentar
Kisah Pertempuran Lima Hari di Semarang
Malam ini, malam tanggal 15 Oktober 2013, masyarakat Semarang memperingati kisah heroik yang terkenal dengan Pertempuran Lima Hari di Semarang. Peringatan dipusatkan di lingkaran Tugu Muda sebagai monumen yang diresmikan oleh Ir. Soekarno pada tanggal 20 Mei 1953 untuk mengenang jasa-jasa para pejuang pemuda Semarang melawan penjajahan Jepang.
Dengan menyerahnya Jepang terhadap Sekutu pada tanggal 15 Agustus 1945 dan menyusul diproklamasikannya Republik Indonesia 17 Agustus 1945, seharusnya selesailah kekuasaan Jepang di Indonesia. Dan ditunjuknya Mr Wongsonegoro sebagai penguasa ( gubernur ) Republik Indonesia untuk Jawa Tengah dengan pusat pemerintahannya di Semarang, maka kewajiban pemerintah di Jawa Tengah untuk mengambil alih kekuasaan yang selama ini dipegang oleh Jepang meliputi pemerintahan dan keamanan. Maka dibentuklah Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang kemudian menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR).
Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia membuat rakyat Semarang khususnya pemuda terlibat aksi perlucutan senjata tentara Jepang tanpa kekerasan. Aksi perlucutan senjata tanpa kekerasan ini terjadi di beberapa daerah kota dan kabupaten. Tetapi kekerasan justru terjadi di Semarang, Ibukota Provinsi Jawa Tengah. Tanggal 13 Oktober 1945, Tentara JepangKidobutai yang bermarkas di Jatingaleh menolak penyerahan senjata sehingga terjadi ketegangan antara pemuda dan tentara Jepang. Termasuk Mayor Kido sang komandan yang pada tanggal 14 Oktober 1945 tidak memberikan persetujuannya meskipun dijamin oleh Gubernur Wongsonegoro bahwa senjata tersebut tidak digunakan untuk melawan Jepang.
Para pemudapun marah dan curiga karena saat itu berbarengan dengan Sekutu yang telah mendaratkan pasukannya di Pulau Jawa. Para pemuda kuatir kalau senjata-senjata itu akan diserahkan kepada Sekutu sehingga berpendapat mereka harus bisa memperoleh senjata sebelum Sekutu mendarat di Semarang. Karena diperkirakan Sekutu akan diboncengi Belanda yang tujuannya akan menjajah Indonesia lagi.
Malam tanggal 15 Oktober 1945 keadaan kota Semarang sangat mencekam. Di kampung-kampung yang menjadi basis BKR para pemudanya tampak dalam keadaan siap. Mereka terdiri dari gabungan BKR, Polisi Istimewa, AMRI, AMKA (Angkatan Muda Kereta Api) dan beberapa organisasi pemuda. Sementara pasukan Jepang mendapat tambahan pasukan tempur dari Irian Jaya yang dalam perjalanan ke Jakarta, karena kehabisan logistik maka mendarat di Semarang. Sedangkan para pemuda sendiri belum punya pengalaman bertempur kecuali Polisi dan ex-PETA atau Heiho.
Pertempuran antara Jepang melawan para pemuda ini berkobar sejak dari Cepiring (30km sebelah barat Semarang) hingga Jatingaleh daerah kota atas. Di Jatingaleh pasukan Jepang yang berhasil dipukul mundur oleh para pemuda bergabung dengan Kidobutai yang bermarkas di Jatingaleh. Suasana kota Semarang menjadi panas dan terdengar kabar bahwa pasukan Kidobutai akan mengadakan serangan balasan terhadap pemuda Semarang. Pasukan Jepang bersenjata lengkap melancarkan serangan mendadak sekaligus melucuti senjata delapan Polisi Istimewa yang sedang menjaga sumber air minum bagi warga kota Semarang. Kedelapan polisi itu dibawa dan disiksa ke markas Kidobutai di Jatingaleh, seiring dengan meluasnya desas desus yang menggelisahkan masyarakat bahwa reservoir (cadangan air minum) Siranda di Candi Lama akan diracuni oleh tentara Jepang.
Selepas Maghrib, setelah mendapat telepon dari pimpinan Pusat Rumah Sakit Rakyat (Purusara) dr. Karyadi yang menjabat sebagai Kepala Laboratorium Purusara langsung meluncur ke Siranda untuk mengecek kebenarannya. Meskipun istri beliau drg. Soenarti telah mencegahnya untuk pergi karena suasana yang sangat membahayakan. Tetapi dr Karyadi berpendapat lain, ia harus menyelidiki desas-desus itu karena menyangkut nyawa ribuan warga Semarang. Dan kenyataannya dr. Karyadi tidak pernah sampai ke tujuan, jenazahnya ditemukan di jalan Pandanaran karena dibunuh secara keji oleh tentara Jepang. Dokter muda ini gugur dalam usia 40 tahun. (namanya kemudian diabadikan menjadi RSUP Dr Karyadi di Semarang).
Berita gugurnya dr Karyadi menyulut kemarahan warga Semarang. Dan terjadilah pertempuran yang meluas ke berbagai penjuru kota. Korban banyak berjatuhan dimana-mana. Kidobutai benar-benar melancarkan serangannya ke tengah-tengah kota Semarang. Dinihari tanggal 15 Oktober 1945 pasukan Kidobutai yang berjumlah sekitar 500-1000 orang tiba-tiba melakukan serangan terhadap markas BKR. Mereka diserang dari dua jurusan dengan tembakan tekidanto (pelempar granat) dan senapan mesin. Pertempuran yang tidak imbang membuat pemuda BKR tidak dapat mempertahankan markasnya. Pada tanggal 17 Oktober 1945 tentara Jepang meminta gencatan senjata namun diam-diam melakukan serangan ke kampung-kampung. Tanggal 19 Oktober 1945 pertempuran masih berlangsung di berbagai penjuru kota. Dan pertempuran berakhir setelah kedatangan tentara Sekutu yang mendarat di pelabuhan Semarang dengan kapal HMS Glenry sehingga mempercepat perdamaian antara Jepang dan rakyat. Pertempuran yang berlangsung selama lima hari ini memakan korban sekitar 2000 pihak Indonesia dan 850 tentara Jepang.
Monumen Tugu Muda yang menjadi pusat peringatan Pertempuran Lima Hari di Semarang terletak di kawasan yang banyak merekam peristiwa pertempuran selama lima hari. Dan Bangunan Lawang Sewu yang berdiri kokoh di seberangnya menjadi saksi bisu kebiadaban tentara Jepang terhadap pemuda-pemuda kereta api yang disiksa dan dibunuh atau dipenjara di dalam gedung.
0 komentar: