Perlawanan Rakyat Maluku
02.11
By
Unknown
0
komentar
Perlawanan Rakyat Maluku
Portugis berhasil memasuki Kepulauan Maluku pada tahun 1521. Mereka
memusatkan aktivitasnya di Ternate. Tidak lama berselang orangorang
Spanyol juga memasuki Kepulauan Maluku dengan memusatkan kedudukannya di
Tidore. Terjadilah persaingan antara kedua belah pihak. Persaingan itu
semakin tajam setelah Portugis berhasil menjalin persekutuan dengan
Ternate dan Spanyol bersahabat dengan Tidore. Pada tahun 1529 terjadi
perang antara Tidore melawan Portugis. Penyebab perang ini karena
kapal-kapal Portugis menembaki jung-jung dari Banda yang akan membeli
cengkih ke Tidore. Tentu saja Tidore tidak dapat menerima tindakan
armada Portugis. Rakyat Tidore angkat senjata. Terjadilah perang antara
Tidore melawan Portugis. Dalam perang ini Portugis mendapat dukungan
dari Ternate dan Bacan. Akhirnya Portugis mendapat kemenangan.
Dengan kemenangan ini Portugis menjadi
semakin sombong dan sering berlaku kasar terhadap penduduk Maluku. Upaya
monopoli terus dilakukan. Maka, wajar jika sering terjadi
letupan-letupan perlawanan rakyat. Sementara itu untuk menyelesaikan
persaingan antara Portugis dan Spanyol dilaksanakan perjanjian damai,
yakni Perjanjian Saragosa pada tahun 1534. Dengan adanya Perjanjian
Saragosa kedudukan Portugis di Maluku semakin kuat. Portugis semakin
berkuasa untuk memaksakan kehendaknya melakukan monopoli perdagangan
rempah-rempah di Maluku. Kedudukan Portugis juga semakin mengganggu
kedaulatan kerajaan-kerajaan yang ada di Maluku. Pada tahun 1565 muncul
perlawanan rakyat Ternate di bawah pimpinan Sultan Khaerun/Hairun.
Sultan Khaerun menyerukan seluruh rakyat dari Irian/Papua sampai Jawa
untuk angkat senjata melawan kezaliman kolonial Portugis. Portugis mulai
kewalahan dan menawarkan perundingan kepada Sultan Khaerun. Dengan
pertimbangan kemanusiaan, Sultan Khaerun menerima ajakan Portugis
Perundingan dilaksanakan pada tahun 1570 bertempat di Benteng Sao Paolo.
Ternyata semua ini hanyalah tipu muslihat Portugis. Pada saat
perundingan sedang berlangsung, Sultan Khaerun ditangkap dan dibunuh.
Apa yang dilakukan Portugis kala itu sungguh kejam dan tidak mengenal
perikemanusiaan. Demi keuntungan ekonomi Portugis telah merusak
sendi-sendi kehidupan kemanusiaan dan keberagamaan.
Setelah Sultan Khaerun dibunuh,
perlawanan dilanjutkan di bawah pimpinan Sultan Baabullah (putera Sultan
Khaerun). Melihat tindakan Portugis yang tidak mengenal nilai-nilai
kemanusiaan, semangat rakyat Maluku untuk melawannya semakin berkobar.
Seluruh rakyat Maluku berhasil dipersatukan termasuk Ternate dan Tidore
untuk melancarkan serangan besar-besaran terhadap Portugis. Akhirnya
Portugis dapat didesak dan pada tahun 1575 berhasil diusir dari Ternate.
Orang-orang Portugis kemudian melarikan diri dan menetap di Ambon
sampai tahun 1605. Tahun itu Portugis dapat diusir oleh VOC dari Ambon
dan kemudian menetap di Timor Timur.
Serangkaian rakyat terus terjadi
terhadap Portugis maupun VOC yang melakukan tindakan kejam dan
sewenang-wenang kepada rakyat. Misalnya pada periode tahun 1635-1646
terjadi serangan sporadis dari rakyat Hitu yang dipimpin oleh Kakiali
dan Telukabesi. Perlawanan rakyat ini juga meluas ke Ambon. Tahun 1650
perlawanan rakyat juga terjadi di Ternate yang dipimpin oleh Kecili
Said. Sementara perlawanan secara gerilya terjadi seperti di Jailolo.
Namun berbagai serangan itu selalu dapat dipatahkan oleh kekuatan VOC
yang memiliki peralatan senjata lebih lengkap. Rakyat terus mengalami
penderitaan akibat kebijakan monopoli rempah-rempah yang disertai dengan
Pelayaran Hongi.
Pada tahun 1680, VOC memaksakan sebuah
perjanjian baru dengan penguasa Tidore. Kerajaan Tidore yang semula
sebagai sekutu turun statusnya menjadi vassal VOC, dan sebagai penguasa
yang baru diangkatlah Putra Alam sebagai Sultan Tidore (menurut tradisi
kerajaan Tidore yang berhak sebagai sultan semestinya adalah Pangeran
Nuku). Penempatan Tidore sebagai vassal atau daerah kekuasaan VOC telah
menimbulkan protes keras dari Pangeran Nuku. Akhirnya Nuku memimpin
perlawanan rakyat. Timbullah perang hebat antara rakyat Maluku di bawah
pimpinan Pangeran Nuku melawan kekuatan kompeni Belanda (tentara VOC).
Sultan Nuku mendapat dukungan rakyat Papua di bawah pimpinan Raja Ampat
dan juga orang-orang Gamrange dari Halmahera. Oleh para pengikutnya,
Pangeran Nuku diangkat sebagai sultan dengan gelar Tuan Sultan Amir
Muhammad Syafiudin Syah. Sultan Nuku juga berhasil meyakinkan Sultan
Aharal dan Pangeran Ibrahim dari Ternate untuk bersama-sama melawan VOC.
Bahkan dalam perlawanan ini Inggris juga member dukungan terhadap
Sultan Nuku. Belanda kewalahan dan tidak mampu membendung ambisi Nuku
untuk lepas dari dominasi Belanda. Sultan Nuku berhasil mengembangkan
pemerintahan yang berdaulat melepaskan diri dari dominasi Belanda di
Tidore sampai akhir hayatnya (tahun 1805).[cm]
0 komentar: